Sistem jalur undangan SNMPTN membingungkan. Di negeri ini telah terjadi persaingan yang kurang fair dalam hal memperoleh kesempatan untuk menikmati pendidikan yang bermutu. Sebab, secara sistemik kondisi ini telah membuat rakyat kecil yang lemah secara ekonomi ataupun politik dipaksa harus berkompetisi dengan rakyat yang memiliki kekuatan, baik dari segi modal maupun kekuasaan. Hasilnya sudah dapat ditebak, yang menang adalah mereka yang memiliki kemampuan lebih, baik di bidang ekonomi maupun politik.
Dengan sistem jalur undangan SNMPTN maka konsekuensinya sekolah yang terakreditasi A dengan kelas akselerasi, semua siswanya bisa ikut SNMPTN jalur undangan, sekolah terakreditasi A dengan jenis kelas RSBI/unggulan bisa mengirimkan 75% siswa terbaiknya, kemudian sekolah terakreditasi A dengan jenis kelas reguler diberi kuota 50%, sementara sekolah terakreditasi B mendapat jatah 25% dan sekolah dengan terakreditasi C hanya mendapat jatah 10%.
Sekolah di daerah masih kesulitan memproses pendaftaran siswa berprestasi melalui jalur undangan di seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) karena kurangnya sosialisasi. Lantaran akses internet yang "memble", sosialisasi mengenai seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri jalur undangan di sekolah-sekolah di Pandeglang, Banten, Purwakarta, Jawa Barat, sangat lamban. Ini baru di Jawa Barat dan Banten, bagaimana dengan di Papua Barat atau kawasan Indonesia timur lainnya?
Seperti diberitakan, selain kekurangan tenaga untuk mengumpulkan dan mengolah data siswa, kualitas akses jaringan internet di sekolah-sekolah juga tidak stabil. Padahal, seluruh proses pendaftaran harus melalui internet.
Rasanya, persoalan pemerintah yang kerap tidak siap saat menerapkan kebijakan dan peraturan baru di masyarakat seperti itu bukan pertama kali terjadi. Pada kasus seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) jalur undangan tahun ini terbukti bahwa kebijakan itu tidak sepenuhnya tertangkap dengan baik oleh masyarakat karena penerapannya terkesan setengah-setengah dan tidak siap.
Melihat persoalan itu, potensi masalah yang muncul pada akhirnya adalah pelaksanaan SNMPTN 2011 yang sangat diskriminatif. Pasalnya, apakah adil ketika panduan pendaftaran SNMPTN jalur undangan yang mulai digelar ini hanya dapat diunduh di laman www.undangan.snmptn.ac.id dan jelas-jelas harus dengan akses internet?
Bagi siswa yang berada di daerah perkotaan, seperti DKI Jakarta, Surabaya, dan Medan, wilayah Indonesia bagian barat, serta beberapa kawasan di Indonesia tengah, pendaftaran SNMPTN secara online mungkin bukan masalah besar. Namun, bagi warga di kawasan Indonesia timur, cara pendaftaran ini berpotensi menjadi sebuah persoalan besar, yaitu diskriminasi.
Intinya, SNMPTN 2011 jelas "berbau" ketidakadilan karena hak warga di kawasan Indonesia timur, yang seharusnya sama dengan warga di kawasan Indonesia barat dan tengah, bisa dikebiri lantaran ketidaksiapan akses internet. Mereka yang seharusnya berhak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri juga harus pupus harapannya hanya karena susah mengakses laman pendaftaran.
0 komentar:
Posting Komentar