Hai sob, kali ini elup (saya; bahasa sunda banten) akan menceritakan kisah traveling elup saat masih sekolah dasar dulu, saat itu elup masih kelas lima sd tahun 1995an. Kita (teman sekelas) yang sekolah di MI MA Pusat Menes ingin mengadakan jelajah alam, kami semua maksa ingin pergi ke gunung Pulosari, beberapa kali di tolak wali kelas dan pembina pramuka, namun kami pun tak menyerah, kami terus memakasa dan akhirnya rencana naik gunung itu pun jadi. Sayang sob, ana lupa tanggalnya itu yang jelas pas libur caturwulan ke tiga, hendak masuk kelas VI.
Jumat pagi sangat cerah, langit biru kelautan dengan sepoyan angin menyejukan, kami yang ikut serta dalam perjalanan ini sangat antusias, dengan berlomba-lomba datang paling pagi, dengan tas rangsel yang penuh, tak lupa pula tikar yang digulung disimpan digantung dibelakang tas, beberapa panci menggantung pula, tongkat berwana coklat yang kami genggam membuat kami merasa bangga, kemping bro-kemping, luaar biaassaa rasanya saat itu, seperti seorang laki-laki sejati.
Berangkatlah kami dari cimanying-menes menggunakan mobil buntung (losbak). Jumlah kami sekitar 30 orang, guru kami yang ikut itu pak Mufclih, ibu Euis dan beberapa senior kami yang sudah di SMA. Tujuan pertama mobil kami menuju pertigaan daerah kadu pager, inget sob tahun 1995 itu jalanan di menes khususnya pandeglang dan banten umumnya masih hancur tidak sebagus sekarang yang agak numayan, hee... jangankan melewati tanjakan banganga yang panjang, curam, hutan yang samping kirinya kuburan dengan pepohonan besar nan lebat dan jalanan batu yang sangat besar, ngeri lohh, jalanan mobil menuju kadu pager aja yang jaraknya paling hanya tujuh kiloaan numayan memakan waktu satu jaman sob, duh gilee
Gunung Pulosari dipelupuk mata, rasa gembira kami dalam perjalanan seperti mendapatkan sesuatu yang kita impi-impikan selama ini. Nyanyian-nyayian kecil membahana sepanjang jalan, sorak-sorai kami menarik perhatian. Mobil pun berhenti di kadu pager, kami semua bergegas turun, membenahi perlengkapan, handuk digantung dileher, selayer hitam laksana jawara diikat dikepala, beberapa teman menggunakan baret dan topi koboi, jalan kaki dari kadu pager menuju kampung pamengker dimulai.
Kami berhenti disebuah kampung untuk shalat jumat berjamaah, sembari beristirahat, berhenti disebuah rumah panggung milik kokolotan pamengker. Lalu berkemah di sawah gedong, sawah yang luas dan subur, elok dengan terasering dan lengkungannya, diujung pesawahan terdapat memandangan gunung hasepan yang indah. Sungguh pemandangan yang luar biasa.
Besoknya berangkat kami menuju ke kawah, dipersimpangan kami menyempatkan diri nyimpang ke curug sawer, curug ini adalah curug yang jarang dilalui atau dikunjungi pendaki. Lengkungan batu yang menjorok cocok untuk merendamkan diri sambil duduk sila. Posisi kita berada di curug ini ada di atasnya curug, bukan dibawahnya, berbeda sekali dengan curug putri.
Setelah beristirahat dan mengisi perbekalan minum kami lanjutkan menuju kawah, bau kawah yang masih jauh sudah tercium, udaranya benar benar dingin, karena pepohonannya amat besar dan banyak, hingga sinar matahari tak mampu menembus tanah yang kami lewati. Sampailah di kawah, bau tak sedap dan jarang tercium begitu menyengat dihidung. Bau belerang, suara air mendidik begitu keras dari beberapa sumber. Kira kira luas kawah itu satu hektaran dengan dikelilingi pepohonan. Pemandangan yang amat menakjubkan.
Dari kawah lanjut ke puncak gung pulau sari
0 komentar:
Posting Komentar